What makes a good movie good? I don’t think of the back
story, the meaning behind it, the cast, the moral of the story, the setting,
the plot. Any of it. It’s the vibe or the tone of the movie that I always look
for. The feeling of comfort that I got. Sama seperti yang selalu saya cari pada
musik dan buku, saya pun mencari kenyamanan pada film. Kenyamanan yang membuat
saya ‘sayang’ menontonnya hingga selesai.
I found it in Beauty Inside, sebuah drama romantis yang disutradarai
oleh Baek Jong Yeol, yang di-remake dari The Beauty Inside, a 2012 American social
film tentang seorang pria yang bangun setiap hari dalam tubuh yang berbeda-beda.
Saya tidak berharap apa-apa dari film ini sebelumnya selain menyaksikan parade
aktris dan aktor kenamaan Korea seperti Han Hyo Joo, Yoo Yeon Seok, Park Shin
Hye, Lee Jin Wook, Lee Dong Wook, Seo Kang Joon, Kim Dae Myung, Go Ah Sung, dan
banyak lagi. Saya kira ini ‘cuma’ bakal kerasa kayak The Time Traveler’s Wife,
seorang wanita yang dealing with the anomaly of her significant other. In fact,
I got more than that. Beauty Inside ini bercerita tentang seorang furniture
designer bernama Kim Woo Jin yang entah kenapa—di film nggak diceritakan
detilnya—wajah dan tubuhnya selalu berubah setiap ia bangun tidur. Mulai dari
pria, wanita, lansia, anak-anak, bahkan bule. Lalu suatu ketika, Kim Woo Jin
memberanikan diri berkenalan dengan Hong Yi Soo yang bekerja di sebuah studio
furniture. Setelah itu dimulailah perjalanan Yi Soo dan perasaan dan hubungannya
dengan Woo Jin beserta segala permasalahan yang mengikuti mereka.
Poin menarik dari film ini adalah para pemainnya. Buat yang
ngikutin banget drama dan film Korea pasti menemukan banyak wajah familiar di
sini. Dan adalah sebuah anugerah menemukan beberapa nama besar sekaligus dalam
satu judul. Yaa, biarpun beberapa nama cuma muncul 1-3 menit aja. Selain itu
menarik sekali bagaimana setiap aktor dapat memerankan Kim Woo Jin dengan
awkwardness yang sama. The cast is nicely done. Bertabur bintang tapi nggak
berlebihan dan bikin pusing.
The next thing I love about Beauty Inside is that this movie
is relatively lack of plot jika dibandingkan dengan rata-rata film drama
romance lainnya yang saya tonton. Malah cenderung datar. But strangely enough,
that’s what keeping me going through the movie. Jika ada beberapa film yang
menjual setting, menjual cast, menjual plot, menjual dialog, menjual moral of
the story, maka film ini menjual feeling. Vibe. Atmosphere. Ambient. Atau
seenggaknya itu yang saya beli. Saya selalu mencari film dengan vibe mellow dan
dreamy, nyaris seperti video klip lagu balad berlirik dan bermusik sedih. Saya
nggak harus mencerna mengapa tokoh ini begini, mengapa tokoh itu begitu, apa
motifnya, apa yang akan mereka lakukan setelahnya, dan pertanyaan-pertanyaan
lain yang muncul dan meminta untuk dijawab setiap kali saya nonton film.
Menonton Beauty Inside, saya cuma merasa harus ‘merasa’, nggak ada tuntutan
untuk berpikir yang sulit-sulit atau terbawa masuk perasaan dan emosi yang
berbelit-belit. Saya cuma duduk, nonton, dan menikmati perasaan yang datang
pelan-pelan karena tidak ada emosi yang dipaksa.
Scoring and soundtrack? Well, no need to ask. It all complements
the mellow vibe. Diselingi narasi Yoo Yeon Seok—my one and only pathological
celebrity crush—sebagai Kim Woo Jin yang sangat terasa hidup, mengalir, dan
natural, lengkaplah sudah semua hal yang diperlukan untuk membuat film drama
romantis yang sempurna.
If there’s a moral of the story or what the movie tries to
tell is this one thing: apapun bentuknya, bagaimanapun kelihatannya, seperti
apapun kita menangkapnya, cinta itu selalu sama. Seringnya kita terlalu sibuk
memperhatikan how the love is portrayed and delivered rather than the love
itself.
Anyway, Han Hyo Joo menang banyak banget di sini. Kenalannya ama siapa, pacarannya sehari-hari ama siapa, tidurnya ama siapa, dilamarnya ama siapa, hahahaha Nonton aja, deh pokoknya kalo penasaran gimana Han Hyo Joo memenangkan laki-laki favorit saya :D
0 comments:
Post a Comment