Showing posts with label deep talk. Show all posts
Showing posts with label deep talk. Show all posts

One of my BFF just got married last Sunday to her three-year boyfriend. Out of curiosity—just like how I always am—we talked on LINE and I asked her many things from their new house to sex. Women my age would react in awe, ‘I wish I was her and got married soon’. Or at least women my age who are in the period of wanting to get married real fast would.

But now, sitting in front of my laptop, writing this, I feel safe. The minute she laughed and said that it is better for her not to tell me anything about it because it may left me envied her, I put my cellphone down, stared at the second mini album art of Monsta X I have been listening to in my laptop, and felt an unfamiliar warmth crept in. Minutes later, after some LOLs and stickers we have exchanged, we ended the chat. And it is still there.
 

Just what in the world happened to the old ‘oh-I-want-my-boyfriend-to-propose-me-too’ reaction I got back in my college days when me and my boyfriend were all lovey-dovey? We’re as lovey-dovey as ever now, entering our fifth year, but I don’t feel the same urge anymore. Instead I think that it’s great not to get married this year or next year. I found this weird and sort of scary. Just imagine this: I’m close to my half twenty, some of my friends got married already, I got a way-too-good boyfriend, we’re so happily committed that we decided to get married someday, yet I think it’s safer and better no to get married. How come the fact that I may not be a normal woman doesn’t scare me?

In a brief look, it’s easier to keep the status quo, in the comfort zone I’ve been living in so fondly. Marriage is a whole new universe—if the word ‘world’ is underrated. A life full of craziness that makes you want to drown yourself in a greasy kitchen sink your husband spilled the leftover mac ‘n cheese on or to strangle him in his sleep twice a week because he snores a lot. I wonder where is the drive to get married and to ‘play house’ I once possessed. Was it poofed when we were arguing over an unreplied message back then? Did we lose something in the middle of our long battle of ignorance? Am I tired of the same man that replies ‘me too’ instead of ‘I love you too’ in the end of our goodnight text? I put strikethrough on every point.

Am I in some kind of denial? Or is it just me being scared of marrying the same man for the rest of my life? After some moments of sitting still in front of my K-Pop playlist, letting the music drumming in my ears while I don’t remember what track has just played, I figured out what is really happening here. The most possible answer I can think about is the latter. It is me being scared of the marriage itself that I feel safe being alone in my bed, listening to the music not many people around me can relate to, learning SEO online and taking notes. No one would ask me to put down my earplug or nagging on what I cooked for dinner. No one would comment on how I chew and why I use fork to eat rice. No one would say ‘yes, you may’ or ‘no, you can’t’. I can live the way I always want to live. Period. I’m in my happy place. 


It might just me afraid of taking chances, of whatever joy and happiness that comes with it. I know very well that there will be other possibilities in one marriage. You can be happy and you can be sad. Married or unmarried, they will coexist. I’m saving myself from getting hurt, from anything that may intrude my sacred habits, while at the same time, I’m losing the chances of being a lifetime company of my lover, being each other’s life and death.

Marriage is one inevitable mandate in the society I live in. It would be my fault for not getting married or getting married late. People will frown at me. I’ll be the weirdness among all the normality. But, who cares? Let me be weird for a moment. Chances won’t wait or come twice but that’s what chance is all about.

Disclaimer: the images belong to We Heart It 
You read it right. I have a boyfriend. We were a campus couple. We went to the same class for four years. I love him, of course. Kalo nggak, nggak mungkin saya dan dia pacaran 5 taun.
He’s a usual man. A man you might bump into everywhere. He loves his family and friends, he’s smart, he has a nice job, he knows what he wants and what he’s capable of. He’s an artist. He draws and paints well. Some points that made me fall in love.
Why do I say that women hate him? Well, I ‘hate’ him too. Sekarang pun masih sesekali, meski jenis kebenciannya sudah berbeda. Dia adalah pria yang sering wanita-wanita galauin baik di media sosial maupun di sesi curhat bersama sesama teman wanita. Terlebih dulu saya mau minta maaf sama dia—in case you read this, E—untuk sudah mengeksploitasi dirinya demi blog ini hahahaha
Maaf, ya :*
Berikut adalah kenapa wanita sering galau gara-gara laki-laki kayak gini:
1.       Dia nggak peka
2.       Dia nggak seperhatian wanita yang hampir 5 menit sekali nge-BBM, LINE, atau WA. Well, most men don’t, though.
3.       Dia jarang bangetngetngetnget ngajakin kencan atau hal-hal rekreasional lainnya (((((rekreasional)))) LOL
4.       Dia sering lupa tanggal-tanggal penting (iya, termasuk ulang tahun saya)
5.       Dia nyaris nggak pernah ngapel atau malem mingguan or whatever you call it these days
6.       Dia adalah laki-laki yang kalo ngomong selalu singkat, kaku, dan hampir emotionless. Baik langsung ataupun selagi chat.
Itu semua belum berlalu. Yang berlalu adalah hal-hal lebay dan nggak penting yang terjadi di antara kami gara-gara kelakuannya itu dan reaksi saya. Bagaimana caranya?
1.       Hadapi.
Sebagai wanita, kayaknya udah insting kita untuk menjalankan aksi diam seribu bahasa atau aksi ‘kebalikan’—you know, when you say that you’re okay tapi masih manyun-manyun that kind of acts—ketika kita sebel sama pacar dan muncul gelagat ngajakin berantem. Pengen selalu dikejar dan dibenarkan. Pengennya si dia mohon-mohon minta maaf tapi giliran dia udah minta maaf kita malah makin jaim. Pengennya diem aja tapi nggak ditegur malah ngambek. Pengennya minta turun—kalo lagi berantem di mobil—tapi pas diturunin beneran malah ngamuk.
Kenapa harus menghindar dan menarik diri di saat membicarakan apa yang kita sebelin di dia itu adalah jalan keluar yang lebih masuk akal dibanding ngambek-ngambek jual mahal? Percaya, deh laki-laki nggak akan ngerti kalo kitanya main kode-kodean kayak gitu.
2.       Pahami.
Ada alasan di balik setiap tindakan yang dia lakukan. Dia nggak semata-mata bersikap cuek atau lupa anniversary kalian tanpa alasan, kan? It’s either he’s originally that kind of person or there’s something behind it. Mungkin ada hal lain yang dia pikirin, mungkin dia nganggap kita fine aja dengan sikapnya yang begitu, atau mungkin, balik lagi, dia memang jenis laki-laki yang seperti itu.
Coba tanya alasannya baik-baik. Bersikap pasif agresif itu artinya menjadi sama menyebalkannya dengan dia. Kalo udah begitu, di mana jalan keluarnya?
3.       Terima.
Dia orangnya memang begitu. Ya, udah. Apa lagi yang harus dianalisis? He’s born with it, he’s just gonna die with it kalo nggak berubah dengan kesadarannya sendiri. Terus mencari alasan yang masuk akal, menganalisa sebab-sebab di balik perbuatannya, hanya untuk kemudian merasa makin jengkel itu cuma buang-buang waktu, tenaga, dan pikiran. Kita pacaran sama dia, kan bukan semata-mata jadian doang (abegeh banget istilah saya ya ^^”).
Kita mau terima dia sebagai pacar itu artinya kita mau juga terima diri dia yang begitu adanya, kita mencintai kelebihannya itu artinya kita juga mencintai kekurangannya. Apakah dia menerima kita begini adanya, itu urusan lain lagi. Wiseman says, give and you shall receive.
4.       Temukan me-time atau distraksi yang ampuh.
Dia udah bilang, ‘aku mah gitu orangnya’ dan kembali lempeng seolah tidak terjadi apa-apa, kita udah kepalang ngambek, dan suasana udah nggak ngenakin, waktunya untuk move on dari semua perasaan negatif; kesel, sebel, marah, jengkel, dongkol, dan kawan-kawannya. Alihkan perhatian. Ingat, dia juga sama nggak clueless-nya dengan kita. Jangan terlalu berharap dia yang akan membuat perasaan kita baik lagi secara instan.
Be with ourself for a while. Ajak temen shopping atau ngopi, ngobrol sama adik, kakak, atau anggota keluarga lainnya, nonton TV sendiri, pergi ke salon, main sama hewan peliharaan, baca buku kesukaan, masak, bersih-bersih, apapun yang bisa bikin kita feel good lagi.
Dunia tidak berputar mengitari kita, Kak, cobalah ngapa-ngapain sendiri.
5.       Jika memang sudah terjadi drama, menghindarlah tapi jangan berlarut-larut.
Kadang laki-laki tau apa yang terjadi dengan perasaan kita dari reaksi kita terhadap kelakuannya. Dan ajaibnya malah dia yang balik ngambekin kita. Kata orang sih, pihak yang lebih marah atau marah duluan itu adalah pihak yang salah. Kalo dia udah bilang dia nggak suka sikap kita atau malah diam membisu dan kita sama keselnya, jangan menghindar dari masalah. Itu cuma akan bikin kalian saling menunggu salah satu datang minta maaf duluan dan masalah makin panjang.
Menghindari percakapan selagi kepala sama-sama panas itu harus, tapi jangan lama-lama. Begitu kita merasa tenang dan dia keliatan lebih bisa diajak ngobrol, Bicarakan pelan-pelan. Pahamilah sikapnya dan keadaan tidak menyenangkan di antara kalian ini sebagai sesuatu yang bisa diperbaiki, bukan diubah. Tidak perlu over-analyzing. Nggak usah sibuk berpikir, ‘kok dia cuek gitu, sih? Jangan-jangan dia punya cewek lain’, ‘kok dia sibuk mulu, nggak pernah ngajak jalan? Jangan-jangan dia udah bosen sama gue’, dan pikiran-pikiran yang berujung pada hal-hal krusial seperti komitmen dan kesetiaan. Nggak perlu jauh-jauh mempertanyakan itu semua kalo kejadiannya hanya dia lupa ulang tahun kita atau absen anter jemput kita ke-mall misalnya. Stop comparing apple to orange. It won’t make sense.
Kemudian, ketika berbicara berdua, jangan gunakan kalimat menuduh, menuntut, menyalahkan, atau memojokkan. Bilang baik-baik apa yang kita ingin, apa yang sebetulnya kita harapkan, dan apa yang kita rasakan, tanya juga apa yang dia inginkan dan dia harapkan dan bagaimana perasaannya ketika itu. Dua kepala yang berpikir bersama itu lebih baik dari pada dua kepala yang mikirin jalan keluarnya masing-masing.
6.       Jika semua cara di atas gagal juga—kalo emang ada yang nyoba—mungkin kamu ‘cuma’ harus ketemu sama pria yang tepat.
Pahamilah bahwa tidak semua sikap apa lagi sifat manusia bisa berubah. Tidak perlu terlalu berusaha untuk merubah segala yang ada di dirinya seberapapun kalian ingin. Dia akan berubah jika dia ingin. Keadaan akan berubah jika kalian berubah, dia menyesuaikan diri dengan kita dan kita menyesuaikan diri dengannya.
Berusahalah saling menyesuaikan diri dan meredam emosi-emosi yang consuming dan tidak perlu. Nggak ada hubungan yang sempurna dan menyamankan dari sananya. Ada banyak yang berbenturan begitu dua orang memutuskan untuk berkomitmen. Dua orang bertahan karena mereka berusaha untuk bertahan.
Akan tetapi, ketika hanya kamu sendiri yang berusaha dan bertahan sementara si dia merasa kalian sehat-sehat saja dan nggak merasa ada yang perlu diusahakan, sudah waktunya kamu mencari yang mau kamu ajak berusaha bersama. Dia yang tidak mau repot-repot ikut berjuang tidak berhak sama sekali atas waktu kamu.

You know the deal, you know what to do. Now, take courage.
So, i'm Q, gonna take up Nat's challenge rite now, kekeke~

1. Five things you have accomplished in 2015
  • Done writing a short story anthology with Nat and others and it's gonna be my first book \m/
  • Launched my own clothing line, ITSKYNY 
  • Graduated! (but honestly, now i miss college life :(
  • Started this blog with a friend
  • Cooked more pfft 
2. Four things you regret about 2015
  • Terlewatkan tes pascasarjana :(
  • Melewatkan beberapa project menulis :(
  • Read less :(
  • Susah nabung :))
3.  Three people you are glad to have met or become closer to in 2015
  • Mum, Daddy, and whom i spent those hard and good times with 
  • A new friend, Teh Nat ~(v-v)~
  • My bald nephew, who called me 'Ateu' with sucha loud voice for the first time :))
4. Two memorable moments from 2015
  • Had the first customer of ITSKYNY
  • Pergi ke luar kota sendirian untuk yang pertama kalinya :))
5. One wish for 2016 
  • Happier, healthier, and sexier kekeke~ (i think i got Ji Sub Madness)


1. Five things you have accomplished in 2015
  • Done writing a short story anthology
  • Done writing the first draft of Sunday Morning
  • Started this blog with a friend
  • Finally read Supernova, minus Gelombang, though
  • Started a small business with a friend


2. Four things you regret about 2015
  • Gagal rewrite first draft Sunday Morning
  • Nggak belajar psikotes yang rajin, jadinya gagal terus! : (
  • Read less
  • Write less


3. Three people you are glad to have met or become closer to in 2015
  • You, Q! :D
  • My two mid school besties. Glad to get closer to them again after all these past 4 years of distance
  • My lovely barbie cousin XD it feels nice to have a friend—even better, family!—to share the same things since we’re on the same page


4. Two memorable moments from 2015
  • Going to Jakarta on my own, for the first time in my life
  • Watching 2015 MAMA <3 <3


5. One wish for 2016
  • GAIN MORE MONEY! BIGGER MONEY! $s$


Based on a post here.