Ingatkah kamu, buku apa yang
pertama kali kamu baca? Aku tidak. Rasanya itu seperti buku dongeng para hewan
atau dongeng putri negeri khayalan. Atau bisa juga buku teks PPKN yang sekolah
pinjamkan di SD atau novel remaja kakakku yang diam-diam aku curi baca di
kamarnya ketika ia belum pulang sekolah. Aku tidak ingat sama sekali persisnya.
Aku duduk seharian beberapa hari
belakangan menghadap monitor laptop
yang putih atau kertas kosong berjam-berjam dan tidak bisa menulis apa-apa.
Aku—yang sudah menulis sejak aku mulai mengenal huruf dan tidak pernah berhenti
sejak saat itu—tiba-tiba merasa kering.
Semua cara sudah kucoba untuk
menggali ide yang entah kemana perginya. Musik? Gagal. Jalan-jalan? Tidak
berhasil. Film? Nihil. Mengobrol bersama teman? Apapun yang mereka katakan,
cuma monitor dan kertas kosong itu yang berputar-putar dalam kepalaku.
Orang bilang jika kamu merasa
tersesat dan tak tahu arah, kembalilah ke tempat kamu memulainya. So I took a time out. Aku berusaha
mengingat-ingat kali pertama aku mulai menulis dan membaca; tulisan pertamaku
dan buku pertamaku. Keduanya adalah apa yang membuatku menulis hingga sekarang.
Jadi aku mencoba berjalan ke belakang untuk melihat apa saja yang sudah kulalui
dan apa yang kulewatkan.
Aku ingat tulisan pertamaku—yang
lengkap dan tampak seperti sebuah cerita utuh dari pada coretan-coretan
sekalimat, dua—meski aku tidak lagi menyimpannya. It was a short story about a woodcutter who fell into a river stream
and met a talking salmon who was on its migration and gone astray from its
pack. I was 7 when I wrote that. Tapi buku pertama yang kubaca? Aku cuma
ingat Harry Potter and The Philosopher’s
Stone yang kubaca ketika aku berumur 9 tahun. Padahal aku ingat aku sudah
membaca sebuah buku jauh sebelum aku berumur 9. Memoriku rasanya hanya dimulai
dari situ.
Apa yang kulewatkan hingga aku
tidak bisa menghasilkan apa-apa seperti ini? Apa yang terjadi padaku sebetulnya
sampai aku begitu terpengaruh? Ini belum pernah terjadi sebelumnya. Namun
ketika aku sedang membongkar barang-barang masa kecilku yang ibu simpan di
gudang saat mencari buku-buku lamaku, aku menemukan sesuatu. Kamu. Dalam bentuk tulisan yang kusimpan
dalam kotak berdebu sejak kamu memutuskan untuk menghilangkan diri dariku dua
tahun silam.
Sekarang aku ingat. Bukan. Bukan
buku yang pertama kubaca. Melainkan kamu yang datang tujuh tahun lalu dan
menjadi sumber dari segala sumber tulisanku. Aku menulis tentang kamu, karena
kamu, dan untuk kamu. Cukup dengan merasakan kamu, aku tahu apa yang harus
kutulis. Tulisan tentang kamu tidak pernah rumit. Cuma tentang bagaimana caramu
datang, mencintai, dan melakukan banyak hal bersamaku, tentang apa yang kita
bicarakan dan kita perdebatkan, apa yang sama-sama kita benci dan kita cintai,
apa yang kita rencanakan dan kita kenang. Adamu membuatku menjadi seorang
penulis yang lancar.
Tapi ketika kamu tidak lagi ada, lantas apa lagi yang bisa
kutulis?
Mungkin aku tidak butuh buku pertama yang kubaca
atu kembali menyusuri masa lalu. Karena yang kubutuhkan selalu sama. Hanya saja
yang kubutuhkan sesungguhnya tidak pernah tahu bahwa aku membutuhkannya begitu
rupa.
0 comments:
Post a Comment