Showing posts with label review. Show all posts
Showing posts with label review. Show all posts
Membaca buku itu biasa. Biasa banget. Menelan 700 halaman lebih bisa dilakukan dalam waktu seminggu dua atau tiga kali malah kalau kamu pembaca yang ahli. Dan nggak sedikit yang bisa melakukannya. Buku bagus pun selalu ada. Banyak pula. Tapi tahu nggak betapa banyak bacaan lain selain buku di luar sana, di internet misalnya?
Berikut beberapa temuan yang worth-reading yang saya temukan dalam perjalanan panjang saya mencari bacaan bagus di internet:



This is one of those gems I found on Twitter melalui tweet dan retweet account-account yang saya follow. Marc and Angel adalah tempat yang tepat untuk menemukan nasehat dan kalimat-kalimat bijak untuk masalah relationship –love relationship, colleague relationship, family, friendship, you name it. You’ll find yourself stopping and staring at the distance and sighing, thinking back to what’s happening in your life at some point while reading their heartwarming articles.
Beberapa artikel yang ‘makjleb’ yang pernah saya temukan:


Medium

Esai-esai dan tulisan fiksi mereka tentang cinta dan hubungan selalu jadi favorit saya. Dan, bonusnya adalah… Aan Mansyur mainan Medium juga!


Quora

Saya mengenal Quora dari salah satu tweet Ika Natassa sekitar pertengahan tahun lalu yang mengatakan bahwa di Quora beliau menemukan banyak jawaban, pertanyaan, dan topik unik. Penasaran, saya akhirnya coba sendiri dan ternyata Quora sampai saat ini adalah tempat kedua saya mencari info setelah Google. Berkali-kali mainan Quora bikin saya membatin, ‘wah, kok ada, ya yang mikir kayak begini?’.
Ini temuan saya beberapa waktu belakangan. The second one really had me.



Beautiful thinking, beautiful illustrations. Berikut salah satunya:



Meng-cover berbagai macam topik mulai dari health, politics, sampai love dan woman, Huffington Post really knows me well. You’re gonna love their witty and attention-grabbing headlines. And you won’t know where they’ll take you click after click on that ‘see also’ section.



Nah, yang mana yang jadi favoritmu?

SPOILER ALERT - SPOILER ALERT - SPOILER ALERT - SPOILER ALERT 

I don’t really write a review biarpun judulnya review. I’m not good at things like the mechanics of the movie or the serial. Saya cuma nonton dan bisa bilang ‘ini bagus’, ‘ini keren’, ‘ini nggak jelas’, tanpa betul-betul mengerti gimana breaking it down like a review should be. Termasuk review miniseri ini.

But I can tell you why I love this one and why I decided to write a so-called review (that’s pretty much what I will do in every review). Do you watch Korean drama or miniseries? How much do you watch it? Me? I love it like I love reading a novel. I can sit all day, marathoning one 16 to 20-episode of miniseri in 2 or 3 days. What kind of genre do you watch the most? Romcom? Pure comedy? Melodrama? Or thriller? Kebanyakan drama Korea genrenya cuma berkisar di antara komedi romantis yang semenit bikin ketawa semenit bikin termehek-mehek dan melodrama yang dari episode 1 sampe episode terakhir pasti bikin mewek-mewek. Bisa deh diitung dalam satu tahun ada berapa judul dengan genre diluar dua genre favorit cewek-cewek dan ahjumma-ahjumma itu.

Beberapa genre yang popularitasnya menyamai romcom dan melodrama misalnya medical drama—yang bikin saya sekarang jadi rewel banget tiap sakit dikit langsung googling nama penyakit sampe prosedur operasinya hahahaha sick I know—dan legal drama—yang bikin saya berandai-andai kalo bisa kuliah lagi bakal kuliah hukum dan jadi pengacara. Judul-judul medical drama relatif baru yang populer misalnya Good Doctor, Doctor Stranger, dan favorit saya, Emergency Couple.

Nah, sementara saya udah sering nonton medical drama, baru sekarang ini saya nonton legal drama. Judulnya Punch, drama SBS tahun 2014. My first legal drama ever. Berat bener abisnya itu genre dan saya sendiri nggak tahu judul-judul mana yang harus saya tonton. Beberapa waktu lalu salah satu teman slash supplier stok kdrama sayabilang, kalo Punch itu bagus. We don’t share the same taste, though. Selama ini yang dia bilang bagus dan recommended ternyata saya nggak terlalu suka dan sebaliknya. Tapi hari itu, berminggu-minggu setelah dia merekomendasikan Punch sebagai must-watch, saya penasaran juga. Saya tontonlah 1 episode sebagai preview. Berat ah, capek nontonnya. Itu kesan pertama saya di menit-menit pertama. Eh tapi sesudah menit kesekian, I recognized a face. The lead male, Kim Rae Won. Lee Min Ho’s co-star in Gangnam Blues. Dark-skinned, monolid eyes, well-sculptured jawline, stern and drape in suit and white shirt. My kind of man. Jadilah saya nonton sampe jadi maraton 4-5 episode sekaligus hahahaha

Tahun lalu saya pernah nonton Three Days gara-gara netizen sibuk banget mengidolakan Park Yoo Chun, Paspampres ganteng yang unyu dan chubby. Capek dan membosankan banget. Satu-satunya yang bikin semangat nonton waktu itu cuma Park Yoo Chun-nya aja XD jarang-jarang kan liat Park Yoo Chun yang biasa cengangas cengenges, kali ini in suit and tie, rambut belah pinggir, dengan muka ketat dan serius dari awal sampe akhir. (By the way, I love him the most in Three Days)

Saya kira SBS nggak bagus bikin drama serius tanpa love line. Saya salah besar. Nonton Punch itu nggak semelelahkan nonton Three Days biarpun sama-sama nggak ada love line. Ada scene yang bikin ketawa pun ketawanya karena ketawa puas dan ketawa jahat. Bukan ketawa geli. Premisnya sederhana; seorang jaksa mengungkap korupsi atasan-atasannya. Mirip berita-berita di tv. Yang bikin menarik adalah plot twist-nya. Tiap episode adaaaa aja twist yang jaw-dropping. Bikin—kalo saya—ketawa jahat. Kumpulan plot-twist terbaik se-kdrama kayaknya milik Punch satu-satunya. Jenius banget yang nulis, bisa bikin curiga ama satu tokoh tapi kemudian malah berbalik simpati. Cuma jenius yang bisa plotting kayak gini.

Backstory-nya pun sempurna. Nyaris tanpa cacat. Seolah-olah tindakan dan motif setiap tokoh itu ‘wajar’ dan ‘bisa dimaklumi’. Padahal apa coba yang wajar dan bisa dimaklumi dari seorang Jaksa Agung yang nutup-nutupin korupsi dan penggelapan uang kakaknya?
Selain itu saya kagum banget sama hubungan-hubungan unik tiap tokohnya. Si Jaksa Agung sama si Tangan Kanannya yang kayak kakak-beradik saling backing tapi saling tusuk pada akhirnya, si Jaksa ama mantan istrinya yang musuhan tapi saling memanfaatkan, si Jaksa ama Tangan Kanannya yang nggak saling percaya tapi saling bantu, dan banyak lagi. Flawless. So human. Chemistry at its best.

Nontonnya pun nggak perlu menderita sakit kepala gara-gara istilah-istilah hukum yang njelimet dan reasoning yang orang awam nggak ngerti kenapa dan bagaimana. Semuanya masuk akal dan gampang dicerna. Asiknya lagi, di tiap episode dicantumkan nama dan jabatan tiap tokoh setiap beberapa menit sekali. Nggak bikin pusing kayak kalo nonton berita korupsi di tv. Lagi-lagi, mempermudah yang sulit itu cuma jenius yang bisa.

Dari semua puja puji tadi, saya kira ada satu yang kurang. Love line. Teuteup. Gede nonton romcom dan melodrama, sampe thriller pun kudu ada love line-nya LOL 
Padahal kan kayaknya asik kalo Park Jung Hwan ada lah skinship-skinship-nya dikit ama mantan istri (Yakali. Lo nonton I Need Romance aja sana kalo pengen skinship yang banyak. *ngomong ama kaca*)
Anyway, tahun ini makin banyak lagi drama thriller lain yang recommended. I add Achiara’s Secret to my must-watch list XD
  1. Insidious 1 & 2
  2. The Cabin In The Woods
  3. Mirror (Indonesian)
  4. Paranormal Activity 1, 2, 3
  5. Shutter (Japanese Version)

What makes a good movie good? I don’t think of the back story, the meaning behind it, the cast, the moral of the story, the setting, the plot. Any of it. It’s the vibe or the tone of the movie that I always look for. The feeling of comfort that I got. Sama seperti yang selalu saya cari pada musik dan buku, saya pun mencari kenyamanan pada film. Kenyamanan yang membuat saya ‘sayang’ menontonnya hingga selesai.

I found it in Beauty Inside, sebuah drama romantis yang disutradarai oleh Baek Jong Yeol, yang di-remake dari The Beauty Inside, a 2012 American social film tentang seorang pria yang bangun setiap hari dalam tubuh yang berbeda-beda. Saya tidak berharap apa-apa dari film ini sebelumnya selain menyaksikan parade aktris dan aktor kenamaan Korea seperti Han Hyo Joo, Yoo Yeon Seok, Park Shin Hye, Lee Jin Wook, Lee Dong Wook, Seo Kang Joon, Kim Dae Myung, Go Ah Sung, dan banyak lagi. Saya kira ini ‘cuma’ bakal kerasa kayak The Time Traveler’s Wife, seorang wanita yang dealing with the anomaly of her significant other. In fact, I got more than that. Beauty Inside ini bercerita tentang seorang furniture designer bernama Kim Woo Jin yang entah kenapa—di film nggak diceritakan detilnya—wajah dan tubuhnya selalu berubah setiap ia bangun tidur. Mulai dari pria, wanita, lansia, anak-anak, bahkan bule. Lalu suatu ketika, Kim Woo Jin memberanikan diri berkenalan dengan Hong Yi Soo yang bekerja di sebuah studio furniture. Setelah itu dimulailah perjalanan Yi Soo dan perasaan dan hubungannya dengan Woo Jin beserta segala permasalahan yang mengikuti mereka.

Poin menarik dari film ini adalah para pemainnya. Buat yang ngikutin banget drama dan film Korea pasti menemukan banyak wajah familiar di sini. Dan adalah sebuah anugerah menemukan beberapa nama besar sekaligus dalam satu judul. Yaa, biarpun beberapa nama cuma muncul 1-3 menit aja. Selain itu menarik sekali bagaimana setiap aktor dapat memerankan Kim Woo Jin dengan awkwardness yang sama. The cast is nicely done. Bertabur bintang tapi nggak berlebihan dan bikin pusing.

The next thing I love about Beauty Inside is that this movie is relatively lack of plot jika dibandingkan dengan rata-rata film drama romance lainnya yang saya tonton. Malah cenderung datar. But strangely enough, that’s what keeping me going through the movie. Jika ada beberapa film yang menjual setting, menjual cast, menjual plot, menjual dialog, menjual moral of the story, maka film ini menjual feeling. Vibe. Atmosphere. Ambient. Atau seenggaknya itu yang saya beli. Saya selalu mencari film dengan vibe mellow dan dreamy, nyaris seperti video klip lagu balad berlirik dan bermusik sedih. Saya nggak harus mencerna mengapa tokoh ini begini, mengapa tokoh itu begitu, apa motifnya, apa yang akan mereka lakukan setelahnya, dan pertanyaan-pertanyaan lain yang muncul dan meminta untuk dijawab setiap kali saya nonton film. Menonton Beauty Inside, saya cuma merasa harus ‘merasa’, nggak ada tuntutan untuk berpikir yang sulit-sulit atau terbawa masuk perasaan dan emosi yang berbelit-belit. Saya cuma duduk, nonton, dan menikmati perasaan yang datang pelan-pelan karena tidak ada emosi yang dipaksa.

Scoring and soundtrack? Well, no need to ask. It all complements the mellow vibe. Diselingi narasi Yoo Yeon Seok—my one and only pathological celebrity crush—sebagai Kim Woo Jin yang sangat terasa hidup, mengalir, dan natural, lengkaplah sudah semua hal yang diperlukan untuk membuat film drama romantis yang sempurna.

If there’s a moral of the story or what the movie tries to tell is this one thing: apapun bentuknya, bagaimanapun kelihatannya, seperti apapun kita menangkapnya, cinta itu selalu sama. Seringnya kita terlalu sibuk memperhatikan how the love is portrayed and delivered rather than the love itself.

Anyway, Han Hyo Joo menang banyak banget di sini. Kenalannya ama siapa, pacarannya sehari-hari ama siapa, tidurnya ama siapa, dilamarnya ama siapa, hahahaha Nonton aja, deh pokoknya kalo penasaran gimana Han Hyo Joo memenangkan laki-laki favorit saya :D